SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI............

.........SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI............

Senin, 10 September 2012

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (6) Menentukan Dosis Pupuk Spesifik Lokasi, Penting atau Harus?


Dalam satu hamparan, mungkin saja ada banyak kondisi yang membedakan antar petakan sawah (seperti pada gambar). Perbedaan itu mengakibatkan perbedaan pula dalam penentuan rekomendasi pemupukannya. Hal itu belum banyak disadari oleh petani. Selain itu, perbedaan kondisi tersebut dapat mengakibatkan  perbedaan hasil meski diperlakukan sama dalam hal pemupukan dan lainnya. 
Oleh karena itulah penetepan pemupukan sebaiknya spesifik lokasi. Bahkan, kalau memungkinkan, hendaknya spesifik petakan.
Apakah mungkin ditetapkan rekomendasi pemupukan spesifik per petakan sawah?

Tentu saja mungkin. Untuk penetapan dosis pupuk N menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Unsur hara lainnya menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Dengan catatan, untuk penggunaan PUTS, karena harganya mahal, dianjurkan digunakan dalam kelompok.

BWD







PUTS

Ada cara lain yang dapat menghasilkan rekomendasi spesifik petakan sawah, yaitu dengan mengakses web pada alamat: webapps.irri.org/nm/id/. Jika petani masih kesulitan mengaksesnya, dapat diperoleh dengan bantuan petugas.

Pada halaman web pengunjung dipandu untuk menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi sawah dan perlakuannya selama ini. Pengunjung juga dapat memasukkan target produksi maksimal sampai sistem tidak dapat menjawab.

Dalam banyak kasus, rekomendasi yang diperoleh dari web di atas, dosis pupuk yang dianjurkan lebih rendah dari kebiasaan petani, dengan produksi sama. Hal itu menunjukkan, bahwa selama ini petani boros dalam penggunaan pupuk. (sumber BPTP Jawa Timur)(Sumber foto, diolah dari http://www.flickr.com/photos/43016841@N05/3964903519/)

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (5) Inilah Jajar Legowo yang Sebenarnya






Sejak pertama kali dimasyarakatkan, dalam Jajar Legowo (Jale) dikenal ada tiga model, yaitu 2:1, 4:1 dan 5:1. Model  2:1, berarti setiap dua baris tanam dipisahkan oleh jarak yang lebih lebar (40 cm) dengan dua baris tanam sebelahnya. Begitu juga dengan 4:1, setiap empat baris tanam dipisahkan oleh jarak yang lebih lebar (40 cm) dengan empat baris tanam sebelahnya.
Namun sebenarnya, selain 2:1 tidak memenuhi prinsip dan tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan Jale. Dengan Jale 2:1, seluruh tanaman menjadi tanaman pinggir, sehingga lebih produktif. Sedangkan 4:1 dan 5:1, hanya tanaman baris terluar saja yang menjadi tanaman pinggir. Selain itu, kemudahan-kemudahan dalam pemeliharaan tanaman hanya dapat diperoleh dengan Jale 2:1.
Salah satu hal yang unik, penerapan Jale 2:1, tanam bibit dapat dilakukan dengan langkah maju, mundur dan menyamping (seperti pada gambar).
 Penerapan Jale hanya model 2:1 harus menjadi komitmen antar peneliti dan petugas lapangan, tutur Ir. Rohmat Budiono, MP, salah seorang peneliti BPTP Jatim yang mencetuskan “Cara Cerdas Budidaya Padi”. Dengan demikian prinsip dan tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan Jale dapat dicapai secara maksimal, imbuhnya. (sumber BPTP Jawa Timur)

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (4) Tidak Benar Jajar Legowo itu Rumit




Salah satu keluhan petani yang enggan menerapkan jajar tanam Jajar Legowo adalah anggapan penerapannya yang rumit.
Padahal dengan Jajar Legowo berpotensi meningkatkan produksi 30%. Kerumitan itu disebabkan adanya 3 kombinasi jarak tanam, yaitu 20 x 10 cm sebagai satu grup barisan, sedangkan antar grup barisan berjarak 40 cm, yang dikenal dengan sebutan Jajar Legowo 2:1.

Minggu, 09 September 2012

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (3) Dengan Jajar Legowo Saja, Produksi Padi Berpeluang Meningkat 30%












Dengan menerapkan jajar tanam Jajar Legowo saja, produksi padi dapat meningkat sekitar 30%. Peningkatan produksi itu diperoleh dari hasil perkiraan akibat penerapan Jajar Legowo yang meningkatkan populasi tanaman sebesar 44%.
Tentu saja petani harus mau menerapkan komponen budidaya lain secara baik dan benar.  
Namun demikian, menurut anggapan petani, penerapan Jajar Legowo rumit dalam pelaksanaannya, biaya tanam meningkat, gulma bertambah banyak dan produksi tidak meningkat.
 
Secara mendasar keluhan itu tampaknya lebih kepada kesalahan persepsi dan pemahaman yang kurang rinci.
 

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (2) Bibit Padi Siap Tanam 15 Hari dengan Ukuran Normal


 oleh : Anik Rachmawati,SP,MMA






Salah satu faktor penting untuk mencapai produktivitas tinggi tanaman padi adalah tanam bibit muda (10–15 hari). Dengan catatan, rekomendasi itu tidak dianjurkan untuk daerah endemik keong emas.
Petani umumnya tanam bibit berumur 21–25 hari, sehingga enggan menanam bibit muda karena ukurannya dianggap masih terlalu kecil. Oleh karena itulah, Ir. Rohmat Budiono, MP., salah seorang peneliti BPTP Jatim telah menemukan cara sederhana memacu pertumbuhan bibit. Bibit yang dihasilkan meski baru berumur 10–15 hari, ukurannya sama dengan umur 21 hari dengan cara biasa. 

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (1) Kiat Tingkatkan Produksi Padi 2–3 ton/ha

oleh Anik Rachmawati,SP,MMA



5 hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai produksi yang diharapkan.
1. bibit yang ditanam harus berumur muda, maksimal 15-18 hari. Umumnya petani enggan menanam bibit muda dengan alasan ukurannya terlalu kecil. Dalam hal itu, penyuluh hendaknya menjelaskan keuntungan tanam bibit muda itu.

2. cara tanam harus menggunakan jajar legowo 2:1. Pada umumnya petani mengeluhkan peningkatan biaya tanam jajar legowo. Sebab, dengan jajar legowo, populasi meningkat dari 250.000 menjadi 360.000 tanaman/ha (44%). Namun petani belum dipahamkan, bahwa jajar legowo memberi keuntungan yaitu (1) semua tanaman menjadi tanaman tepi, sehingga produktivitas per rumpun meningkat, (2) pemupukan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran, (3) mengurangi biaya tenaga penyiangan lebih dari 50% (dengan alat landak/osrok), (4)pengendalian hama dan penyakit lebih mudah dilakukan.

CARA PENGGUNAAN BWD



Bagan warna daun (BWD) pertama kali dikembangkan di Jepang, dan kemudian peneliti-peneliti dari Universitas Pertanian Zhejiang-Cina mengembangkan suatu BWD yang lebih baik dan mengkalibrasinya untuk padi indica, japonica dan hibrida. Alat ini kemudiannya menjadi model bagi BWD yang didistribusikan oleh Crop Resources and Management Network (CREMNET) - IRRI untuk tanaman padi; suatu alat yang sederhana, mudah digunakan, dan tidak mahal untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi. BWD ini merupakan alat yang cocok untuk mengoptimalkan penggunaan N, dengan berbagai sumber pupuk N; pupuk-organik, pupuk-bio ataupun pupuk-kimia. BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan (No. 2 pada kartu) sampai hijau tua (No. 5 pada kartu). BWD tak dapat menunjukkan perbedaan warna hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada khlorofil meter (SPAD). Namun BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk menentukan ketepatan relatifnya dalam menentukan status N tanaman padi (Gani, 2010).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di Sukamandi, didapatkan korelasi dan regresi yang sangat nyata secara statistik antara nilai-nilai BWD dan SPAD, karena itu nilai BWD dapat digunakan untuk meregresikan nilai SPAD, pada berbagai musim, tipe tanah dan varietas padi. Nampak bahwa pembacaan BWD dapat digunakan dengan ketepatan dan validitas yang tinggi untuk mengukur warna daun.