Dalam satu hamparan, mungkin saja ada
banyak kondisi yang membedakan antar petakan sawah (seperti pada gambar).
Perbedaan itu mengakibatkan perbedaan pula dalam penentuan rekomendasi
pemupukannya. Hal itu belum banyak disadari oleh petani. Selain itu,
perbedaan kondisi tersebut dapat mengakibatkan perbedaan hasil
meski diperlakukan sama dalam hal pemupukan dan lainnya.
Oleh karena itulah penetepan pemupukan
sebaiknya spesifik lokasi. Bahkan, kalau memungkinkan, hendaknya spesifik
petakan.
Apakah mungkin ditetapkan rekomendasi pemupukan spesifik per petakan
sawah?
Tentu saja mungkin. Untuk penetapan dosis pupuk N menggunakan Bagan Warna
Daun (BWD). Unsur hara lainnya menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS).
Dengan catatan, untuk penggunaan PUTS, karena harganya mahal, dianjurkan
digunakan dalam kelompok.
Ada cara lain yang dapat menghasilkan rekomendasi spesifik petakan sawah,
yaitu dengan mengakses web pada alamat: webapps.irri.org/nm/id/. Jika petani
masih kesulitan mengaksesnya, dapat diperoleh dengan bantuan petugas.
Pada halaman web pengunjung dipandu untuk menjawab berbagai pertanyaan
yang berkaitan dengan kondisi sawah dan perlakuannya selama ini. Pengunjung
juga dapat memasukkan target produksi maksimal sampai sistem tidak dapat
menjawab.
Dalam banyak kasus, rekomendasi yang diperoleh dari web di atas, dosis
pupuk yang dianjurkan lebih rendah dari kebiasaan petani, dengan produksi
sama. Hal itu menunjukkan, bahwa selama ini petani boros dalam penggunaan
pupuk. (sumber BPTP Jawa Timur)(
|
SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI............
.........SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI............
Senin, 10 September 2012
Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (6) Menentukan Dosis Pupuk Spesifik Lokasi, Penting atau Harus?
Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (5) Inilah Jajar Legowo yang Sebenarnya
Sejak pertama kali
dimasyarakatkan, dalam Jajar Legowo (Jale) dikenal ada tiga model, yaitu 2:1,
4:1 dan 5:1. Model 2:1, berarti setiap dua baris tanam dipisahkan oleh
jarak yang lebih lebar (40 cm) dengan dua baris tanam sebelahnya. Begitu juga
dengan 4:1, setiap empat baris tanam dipisahkan oleh jarak yang lebih lebar
(40 cm) dengan empat baris tanam sebelahnya.
Namun sebenarnya, selain 2:1 tidak
memenuhi prinsip dan tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan Jale. Dengan
Jale 2:1, seluruh tanaman menjadi tanaman pinggir, sehingga lebih produktif.
Sedangkan 4:1 dan 5:1, hanya tanaman baris terluar saja yang menjadi tanaman
pinggir. Selain itu, kemudahan-kemudahan dalam pemeliharaan tanaman hanya
dapat diperoleh dengan Jale 2:1.
Salah satu hal yang unik, penerapan Jale 2:1, tanam bibit dapat dilakukan
dengan langkah maju, mundur dan menyamping (seperti pada gambar).
Penerapan Jale hanya model 2:1 harus
menjadi komitmen antar peneliti dan petugas lapangan, tutur Ir. Rohmat
Budiono, MP, salah seorang peneliti BPTP Jatim yang mencetuskan “Cara Cerdas
Budidaya Padi”. Dengan demikian prinsip dan tujuan yang ingin dicapai dengan
penerapan Jale dapat dicapai secara maksimal, imbuhnya. (sumber BPTP Jawa
Timur)
|
Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (4) Tidak Benar Jajar Legowo itu Rumit
Salah satu keluhan petani yang enggan menerapkan jajar tanam Jajar Legowo
adalah anggapan penerapannya yang rumit.
Padahal dengan Jajar
Legowo berpotensi meningkatkan produksi 30%. Kerumitan itu disebabkan adanya
3 kombinasi jarak tanam, yaitu 20 x 10 cm sebagai satu grup barisan,
sedangkan antar grup barisan berjarak 40 cm, yang dikenal dengan sebutan
Jajar Legowo 2:1.
|
Minggu, 09 September 2012
Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (3) Dengan Jajar Legowo Saja, Produksi Padi Berpeluang Meningkat 30%
Dengan menerapkan jajar tanam Jajar Legowo saja, produksi padi dapat meningkat sekitar 30%. Peningkatan produksi itu diperoleh dari hasil perkiraan akibat penerapan Jajar Legowo yang meningkatkan populasi tanaman sebesar 44%.
Tentu saja petani harus mau menerapkan komponen budidaya lain secara baik dan benar.
Namun demikian, menurut anggapan petani, penerapan Jajar Legowo rumit dalam pelaksanaannya, biaya tanam meningkat, gulma bertambah banyak dan produksi tidak meningkat.
Secara mendasar keluhan itu tampaknya lebih kepada kesalahan persepsi dan pemahaman yang kurang rinci.
|
Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (2) Bibit Padi Siap Tanam 15 Hari dengan Ukuran Normal
oleh : Anik Rachmawati,SP,MMA
Salah satu faktor
penting untuk mencapai produktivitas tinggi tanaman padi adalah tanam bibit
muda (10–15 hari). Dengan catatan, rekomendasi itu tidak dianjurkan untuk
daerah endemik keong emas.
Petani umumnya tanam
bibit berumur 21–25 hari, sehingga enggan menanam bibit muda karena ukurannya
dianggap masih terlalu kecil. Oleh karena itulah, Ir. Rohmat Budiono, MP.,
salah seorang peneliti BPTP Jatim telah menemukan cara sederhana memacu
pertumbuhan bibit. Bibit yang dihasilkan meski baru berumur 10–15 hari,
ukurannya sama dengan umur 21 hari dengan cara biasa.
Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (1) Kiat Tingkatkan Produksi Padi 2–3 ton/ha
oleh Anik Rachmawati,SP,MMA
5 hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai produksi yang diharapkan.
1. bibit yang ditanam harus
berumur muda, maksimal 15-18 hari. Umumnya petani enggan menanam bibit
muda dengan alasan ukurannya terlalu kecil. Dalam hal itu, penyuluh hendaknya
menjelaskan keuntungan tanam bibit muda itu.
2. cara tanam harus
menggunakan jajar legowo 2:1. Pada umumnya petani mengeluhkan peningkatan
biaya tanam jajar legowo. Sebab, dengan jajar legowo, populasi meningkat dari
250.000 menjadi 360.000 tanaman/ha (44%). Namun petani belum dipahamkan,
bahwa jajar legowo memberi keuntungan yaitu (1) semua tanaman menjadi tanaman
tepi, sehingga produktivitas per rumpun meningkat, (2) pemupukan menjadi
lebih efektif dan tepat sasaran, (3) mengurangi biaya tenaga penyiangan lebih
dari 50% (dengan alat landak/osrok), (4)pengendalian hama dan penyakit lebih
mudah dilakukan.
|
CARA PENGGUNAAN BWD
Bagan warna daun (BWD)
pertama kali dikembangkan di Jepang, dan kemudian peneliti-peneliti dari
Universitas Pertanian Zhejiang-Cina mengembangkan suatu BWD yang lebih baik dan
mengkalibrasinya untuk padi indica, japonica dan hibrida. Alat ini kemudiannya
menjadi model bagi BWD yang didistribusikan oleh Crop Resources and Management
Network (CREMNET) - IRRI untuk tanaman padi; suatu alat yang sederhana, mudah
digunakan, dan tidak mahal untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman
padi. BWD ini merupakan alat yang cocok untuk mengoptimalkan penggunaan N,
dengan berbagai sumber pupuk N; pupuk-organik, pupuk-bio ataupun pupuk-kimia.
BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan (No. 2 pada kartu)
sampai hijau tua (No. 5 pada kartu). BWD tak dapat menunjukkan perbedaan warna
hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada khlorofil meter (SPAD). Namun
BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk menentukan ketepatan relatifnya dalam
menentukan status N tanaman padi (Gani, 2010).
Dari beberapa penelitian
yang dilakukan di Sukamandi, didapatkan korelasi dan regresi yang sangat nyata
secara statistik antara nilai-nilai BWD dan SPAD, karena itu nilai BWD dapat
digunakan untuk meregresikan nilai SPAD, pada berbagai musim, tipe tanah dan
varietas padi. Nampak bahwa pembacaan BWD dapat digunakan dengan ketepatan dan
validitas yang tinggi untuk mengukur warna daun.
Langganan:
Postingan (Atom)