SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI............

.........SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI............

Rabu, 12 September 2012

SL-PTT Padi (Ringkasan Materi)



Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan media pembelajaran langsung di lapangan bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Dalam SL-PTT terdapat satu unit Laboratorium Lapangan (LL) yang merupakan bagian terfokus dari kawasan sekolah lapang, berfungsi sebagai lokasi percontohan, tempat belajar dan tempat praktek penerapan komponen teknologi PTT yang disusun dan diterapkan oleh kelompoktani/petani peserta SL-PTT.

Senin, 10 September 2012

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (9) ‘Pethek’, Teknik untuk Siasati Keterbatasan Daya Tampung Lantai Jemur






Kadang kala, ketika musim panen, daya tampung lantai jemur menjadi masalah dalam pengeringan padi  yang sudah dirontokkan menjadi gabah. Petani Lamongan punya cara yang unik untuk mengatasinya.
Caranya, saat tiba musim panen, tanaman padi dipotong seperti biasa. Kemudian, setiap 2-3 rumpun  diletakkan  di   atas bekas potongan rumpun (Jawa: singgang) tadi. Setelah dibiarkan 3 4 hari di sawah, 
segera lakukan perontok an dengan mesin perontok.
Hebatnya, tanpa dijemur lagi, gabah hasil “Pethek” dapat disimpan 3-4 bulan di gudang, dengan  kadar  air 17-20%.
Jumlah rumpun yang ditumpuk di atas singgang perlu betul-betul  diperhatikan.  Sebab,  kalau  lebih  dari   3 rumpun, tumpukan  menjadi  terlalu l embab  dan  dapat  mengundang  penyakit  atau  bisa  mengalami  proses pembusukan.
Tentu saja, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah keamanan padi yang sudah dipotong. Sebab, potongan yang diletakkan di atas singgang beresiko hilang diambil orang-orang  yang  tidak  bertanggung  jawab.  (sumber BPTP Jawa Timur)


Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (8) Menekan Kehilangan Hasil Panen yang Masih 10-15%


Pasca Panen Padi
Ada dua hal yang pada umumnya menjadi penyebab kehilangan hasil yang paling dominan, yaitu umur panen dan perontokan yang kurang tepat.
Umur panen yang tepat bergantung kepada varietasnya. Secara umum, jika tanaman telah menguning 95%, sudah siap untuk dipanen.Tetapi untuk varietas yang mudah rontok, sebaiknya dipanen saat 90% pertanaman mulai menguning. Setelah dipanen, dianjurkan segera dirontokkan di tempat. Perontokan yang dianjurkan menggunakan mesin perontok, baik yang bertenaga mesin maupun yang bertenaga manusia (pedal). Selain itu, di bawah alat perontok dipasang alas terpal plastik untuk mencegah gabah yang terlempar menjadi hilang. Setelah segala daya upaya dan kurbanan untuk memproduksi padi, justru petani kehilangan hasil 10-15% hanya karena kekurang-cermatan


Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (7) Pengairan Berselang, Sudah Hemat Air, Tanaman Tumbuh Lebih Baik




Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk: 1) Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas; 2) Memberi kesempatan kepada akar untuk mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih dalam; 3) Mencegah timbulnya keracunan besi; 4) Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar.

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (6) Menentukan Dosis Pupuk Spesifik Lokasi, Penting atau Harus?


Dalam satu hamparan, mungkin saja ada banyak kondisi yang membedakan antar petakan sawah (seperti pada gambar). Perbedaan itu mengakibatkan perbedaan pula dalam penentuan rekomendasi pemupukannya. Hal itu belum banyak disadari oleh petani. Selain itu, perbedaan kondisi tersebut dapat mengakibatkan  perbedaan hasil meski diperlakukan sama dalam hal pemupukan dan lainnya. 
Oleh karena itulah penetepan pemupukan sebaiknya spesifik lokasi. Bahkan, kalau memungkinkan, hendaknya spesifik petakan.
Apakah mungkin ditetapkan rekomendasi pemupukan spesifik per petakan sawah?

Tentu saja mungkin. Untuk penetapan dosis pupuk N menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Unsur hara lainnya menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Dengan catatan, untuk penggunaan PUTS, karena harganya mahal, dianjurkan digunakan dalam kelompok.

BWD







PUTS

Ada cara lain yang dapat menghasilkan rekomendasi spesifik petakan sawah, yaitu dengan mengakses web pada alamat: webapps.irri.org/nm/id/. Jika petani masih kesulitan mengaksesnya, dapat diperoleh dengan bantuan petugas.

Pada halaman web pengunjung dipandu untuk menjawab berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi sawah dan perlakuannya selama ini. Pengunjung juga dapat memasukkan target produksi maksimal sampai sistem tidak dapat menjawab.

Dalam banyak kasus, rekomendasi yang diperoleh dari web di atas, dosis pupuk yang dianjurkan lebih rendah dari kebiasaan petani, dengan produksi sama. Hal itu menunjukkan, bahwa selama ini petani boros dalam penggunaan pupuk. (sumber BPTP Jawa Timur)(Sumber foto, diolah dari http://www.flickr.com/photos/43016841@N05/3964903519/)

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (5) Inilah Jajar Legowo yang Sebenarnya






Sejak pertama kali dimasyarakatkan, dalam Jajar Legowo (Jale) dikenal ada tiga model, yaitu 2:1, 4:1 dan 5:1. Model  2:1, berarti setiap dua baris tanam dipisahkan oleh jarak yang lebih lebar (40 cm) dengan dua baris tanam sebelahnya. Begitu juga dengan 4:1, setiap empat baris tanam dipisahkan oleh jarak yang lebih lebar (40 cm) dengan empat baris tanam sebelahnya.
Namun sebenarnya, selain 2:1 tidak memenuhi prinsip dan tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan Jale. Dengan Jale 2:1, seluruh tanaman menjadi tanaman pinggir, sehingga lebih produktif. Sedangkan 4:1 dan 5:1, hanya tanaman baris terluar saja yang menjadi tanaman pinggir. Selain itu, kemudahan-kemudahan dalam pemeliharaan tanaman hanya dapat diperoleh dengan Jale 2:1.
Salah satu hal yang unik, penerapan Jale 2:1, tanam bibit dapat dilakukan dengan langkah maju, mundur dan menyamping (seperti pada gambar).
 Penerapan Jale hanya model 2:1 harus menjadi komitmen antar peneliti dan petugas lapangan, tutur Ir. Rohmat Budiono, MP, salah seorang peneliti BPTP Jatim yang mencetuskan “Cara Cerdas Budidaya Padi”. Dengan demikian prinsip dan tujuan yang ingin dicapai dengan penerapan Jale dapat dicapai secara maksimal, imbuhnya. (sumber BPTP Jawa Timur)

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (4) Tidak Benar Jajar Legowo itu Rumit




Salah satu keluhan petani yang enggan menerapkan jajar tanam Jajar Legowo adalah anggapan penerapannya yang rumit.
Padahal dengan Jajar Legowo berpotensi meningkatkan produksi 30%. Kerumitan itu disebabkan adanya 3 kombinasi jarak tanam, yaitu 20 x 10 cm sebagai satu grup barisan, sedangkan antar grup barisan berjarak 40 cm, yang dikenal dengan sebutan Jajar Legowo 2:1.

Minggu, 09 September 2012

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (3) Dengan Jajar Legowo Saja, Produksi Padi Berpeluang Meningkat 30%












Dengan menerapkan jajar tanam Jajar Legowo saja, produksi padi dapat meningkat sekitar 30%. Peningkatan produksi itu diperoleh dari hasil perkiraan akibat penerapan Jajar Legowo yang meningkatkan populasi tanaman sebesar 44%.
Tentu saja petani harus mau menerapkan komponen budidaya lain secara baik dan benar.  
Namun demikian, menurut anggapan petani, penerapan Jajar Legowo rumit dalam pelaksanaannya, biaya tanam meningkat, gulma bertambah banyak dan produksi tidak meningkat.
 
Secara mendasar keluhan itu tampaknya lebih kepada kesalahan persepsi dan pemahaman yang kurang rinci.
 

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (2) Bibit Padi Siap Tanam 15 Hari dengan Ukuran Normal


 oleh : Anik Rachmawati,SP,MMA






Salah satu faktor penting untuk mencapai produktivitas tinggi tanaman padi adalah tanam bibit muda (10–15 hari). Dengan catatan, rekomendasi itu tidak dianjurkan untuk daerah endemik keong emas.
Petani umumnya tanam bibit berumur 21–25 hari, sehingga enggan menanam bibit muda karena ukurannya dianggap masih terlalu kecil. Oleh karena itulah, Ir. Rohmat Budiono, MP., salah seorang peneliti BPTP Jatim telah menemukan cara sederhana memacu pertumbuhan bibit. Bibit yang dihasilkan meski baru berumur 10–15 hari, ukurannya sama dengan umur 21 hari dengan cara biasa. 

Seri Pencapaian Surplus 10 juta ton Beras 2014: (1) Kiat Tingkatkan Produksi Padi 2–3 ton/ha

oleh Anik Rachmawati,SP,MMA



5 hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai produksi yang diharapkan.
1. bibit yang ditanam harus berumur muda, maksimal 15-18 hari. Umumnya petani enggan menanam bibit muda dengan alasan ukurannya terlalu kecil. Dalam hal itu, penyuluh hendaknya menjelaskan keuntungan tanam bibit muda itu.

2. cara tanam harus menggunakan jajar legowo 2:1. Pada umumnya petani mengeluhkan peningkatan biaya tanam jajar legowo. Sebab, dengan jajar legowo, populasi meningkat dari 250.000 menjadi 360.000 tanaman/ha (44%). Namun petani belum dipahamkan, bahwa jajar legowo memberi keuntungan yaitu (1) semua tanaman menjadi tanaman tepi, sehingga produktivitas per rumpun meningkat, (2) pemupukan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran, (3) mengurangi biaya tenaga penyiangan lebih dari 50% (dengan alat landak/osrok), (4)pengendalian hama dan penyakit lebih mudah dilakukan.

CARA PENGGUNAAN BWD



Bagan warna daun (BWD) pertama kali dikembangkan di Jepang, dan kemudian peneliti-peneliti dari Universitas Pertanian Zhejiang-Cina mengembangkan suatu BWD yang lebih baik dan mengkalibrasinya untuk padi indica, japonica dan hibrida. Alat ini kemudiannya menjadi model bagi BWD yang didistribusikan oleh Crop Resources and Management Network (CREMNET) - IRRI untuk tanaman padi; suatu alat yang sederhana, mudah digunakan, dan tidak mahal untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi. BWD ini merupakan alat yang cocok untuk mengoptimalkan penggunaan N, dengan berbagai sumber pupuk N; pupuk-organik, pupuk-bio ataupun pupuk-kimia. BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan (No. 2 pada kartu) sampai hijau tua (No. 5 pada kartu). BWD tak dapat menunjukkan perbedaan warna hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada khlorofil meter (SPAD). Namun BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk menentukan ketepatan relatifnya dalam menentukan status N tanaman padi (Gani, 2010).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di Sukamandi, didapatkan korelasi dan regresi yang sangat nyata secara statistik antara nilai-nilai BWD dan SPAD, karena itu nilai BWD dapat digunakan untuk meregresikan nilai SPAD, pada berbagai musim, tipe tanah dan varietas padi. Nampak bahwa pembacaan BWD dapat digunakan dengan ketepatan dan validitas yang tinggi untuk mengukur warna daun.

Jumat, 07 September 2012

KRIPIK PISANG


Kripik pisang adalah produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tujuan pengolahan pisang menjadi kripik pisang adalah untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan/memperpanjang kemanfaatan buah pisang. Syarat mutu kripik pisang dapat mengacu SNI 01-4315-1996, Kripik Pisang.

Kripik pisang-Standar Teknis ini berlaku untuk pembuatan Pisang menjadi Kripik Pisang. Prosedur Opersional Pengolahan Kripik Pisang terdiri dari beberapa kegiatan meliputi penyiapan bahan baku Kripik pisang, penyiapan peralatan Kripik pisang dan kemasan Kripik pisang, pengupasan Kripik pisang dan pengirisan Kripik pisang, pencucian Kripik pisang dan perendaman Kripik pisang,
 penggorengan Kripik pisang, penirisan minyak Kripik pisang, pemberian bumbu Kripik pisang, pengemasan Kripik pisang dan pelabelan Kripik pisang, serta penyimpanan Kripik pisang. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat keripik pisang adalah sebagai berikut:

BERBAGI PENGALAMAN MENGIKUTI SERTIFIKASI PENYULUH PERTANIAN



OLEH  : ANIK RACHMAWATI,SP,MMA

I.                   PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) menyatakan bahwa penyuluh pertanian adalah suatu profesi. Ini berarti bahwa sertifikasi profesi penyuluh pertanian menjadi suatu keharusan, bukan merupakan suatu pilihan. Sertifikasi penyuluh pertanian bertujuan untuk meningkatkan mutu dan proses penyuluhan pertanian, meningkatkan profesionalisme penyuluh pertanian, melindungi profesi penyuluh pertanian dari praktek-praktek yang tidak kompeten yang dapat merusak citra penyuluh pertanian,  melindungi masyarakat dari praktek-praktek  penyuluh pertanian  pertanian yang tidak bertanggungjawab dan menjamin mutu penyelengga-raaan  penyuluh pertanian  pertanian.
Penyuluhan Pertanian merupakan pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus yang dihasilkan dari proses pendidikan profesi, pelatihan profesi dan atau pengalaman kerja dan dibuktikan dengan Sertifikat Profesi Penyuluh Pertanian. Berkaitan dengan itu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menerbitkan Standard Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) melalui keputusan Menteri Transmigrasi dan Tenaga Kerja Nomor Kep 29/Men/III/2010.
Tahun anggaran 2012 saya mendapat kesempatan untuk mengikuti asesmen penyuluh pertanian level  supervisor  bidang tanaman pangan yang diselenggarakan di BPP Batu.  Saya ingin berbagi pengalaman yang mungkin dapat  menambah wawasan bagi rekan-rekan Penyuluh yang akan mengikuti sertifikasi.