I.
PENDAHULUAN
Produksi ubi kayu di Jawa Timur sepuluh tahun terakhir meningkat rata-rata
1,33 %, pada tahu 2004 luas panen mencapai sekitar 400.000 ha, produktivitas
12,6 ton/ ha dengan produksi 3,6 juta
ton dan pada tahun 2002 luas panen 250 ribu ha (-11%) prodiktivitas 15,8 (2,33
%) ton/ha dan produksi mencapai 4,0 juta ton ( 1,33 %)
Uni kayu di Indonesia digunakan untuk
bahan pangan sebesar 55 % untuk bahan pakan 1,8 % untuk industri non pakan 8,5
%, untuk tapioca 19,8 % dan untuk keperluan ekspor 14,8 % ( Cahyadi 1989 dalam
Romli 2003)
Dalam memaksimlkan potensi sumber
pangan local, ubi kayu merupakan komoditi yang memiliki keunggulan sebagai
pendukung klestarian ketahanan pangan. Hal ini ditunjang oleh potensi produksi
yang tinggio dan memiliki kemampuan untuk diolah menjadi produk-produk yang
lebih berkualitas, sehingga selain menunjang diversifikasi pangan juga dapat
menumbuhkan dan mendorong pengembangan agroindustri di pedesaan.
Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan
bersifat luwes untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara
komersial bentuk tepung mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam
sisem agroindustri. Oleh karena itu perlu dilakukan perakitan
tehnologipengolahan tepung cassava/ ubikayu. Pengembangan paket teknologi
pengolahan tepung yng berasal dari penelitian maupun teknologi setempat
diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi produk petanian yang ada.
Teknologi produksi tepung kasava menggunakan metode yang dihasilkan oleh
Darmadjati,et.al, ( 1994 )
Pengembanagan tepung kasava
diharapkan akan meningkatkan nilai rebut tawar (bargaining position) dari
petani. Petani dapat memperpanjang
masa jual, mengubah pola petik
jual menjadi petik olah jual. Hal ini akan memberikan nilai tambah ekonomi,
social dan kegunaan. Dari sisi kegunan, bentuk tepung nilai gunanya lebih luas disbanding dalam bentuk segar, namun masih
diperlukan sosialisasi dan perluasan penyebaran sasaran rumah tangga, yang
realisasinya pada penekanan promosi ( Rozi,2002, komunikasi pribadi). Hal ini
akan berpengaruh terhadap peningkatan
nilai social komoditas tersebut, baik dalam bentuk tepung maupun produk
olahannya.